Desa Pucangan, Kec. Sadang, Kab. Kebumen

 

DESA PUCANGAN, KEC. SADANG, KEBUMEN

 


 

 

Sejarah Terbentuknya Masyarakat di Desa Pucangan

 

Diceritakan dari seorang tetua di Desa Pucangan, konon datang seorang yang sakti bernama Ki Hanggawangsa IV. Kejadian tersebut diperkirakan pada tahun 1822, bersamaan dengan menjelang peperangan Diponegoro dan pada waktu itu berdirilah Kademangan yang dipimpin oleh Demang Hanggawangsa. Karena pada waktu itu di wilayah Kademangan banyak ditumbuhi pohon Pucang, maka dinamai Kademangan Pucangan. Kademangan di jabat sampai dua Periode, yaitu: Hanggawangsa IV Satu dan Hanggawangsa IV Dua yang masih keturunan Trah Kolo Paking. Setelah Pemerintahan Hanggawangsa IV Dua dilanjutkan oleh seorang yang tidak kalah kesaktiannya yaitu mbah Petinggi, yang sekarang makamnya masih dikeramatkan di pekuburan Kedawung, Mbah Petinggi mempunyai kepercayaan yang sangat disegani oleh rakyatnya dengan sebutan Mbah Dipagati. Mbah Dipagati wafat dan dimakamkan di halaman Masjid Larangan yang sudah diratakan untuk kepentingan perluasan Masjid. Pada jaman dahulu, apabila akan melewati jalan tersebut Jika naik kuda harus turun dan apabila dilanggar akan terjadi sesuatu yang akan mencelakakan dirinya. Sehingga sampai sekarang disebut sebagai dusun Larangan. Kademangan Pucangan kurang lebih sampai dengan diperkirakan tahun 1822-1921. Setelah surut Pemerintahan Kademangan pada waktu itu, lalu dipimpin seorang Lurah yang bernama Abdul Rosyid sampai tahun 1921-1934. Selanjutnya digantikan oleh Lurah Cakra Yuda memimpin sampai tahun 1945. Setelah hari Kemerdekaan Negara Republik Indonesia terjadi penataan Pembaharuan Pemerintahan Desa yang dijabat pada waktu itu oleh Bapak Dulah Rohman sampai tahun 1976.

 

Sejarah Pemerintahan Desa Pucangan

 

Sejarah desa ini dimulai dari tahun 1900-an, ketika Kepala Desa dijabat oleh Bapak H. Rosyid yang bertempat di Dusun Kali Pucangan selama 25 tahun. Tahun 1926 kepala desa adalah Bapak Cakra Yuda yang bertempat di dusun Larangan selama 30 tahun. Kemudian ketika tahun 1945 saat kemerdekaan RI, Kepala Desa berpindah jabatan kepada Bapak Dullah Rahman yang bertempat di dusun Panjul Wetan hingga tahun 1977-an. Dari 1977-an hingga 1980 dijabat oleh Bapak Muhamad Sungeb. Tahun 1980-1991 dijabat oleh Muhamad Taufiq Hidayat.Tahun 1991 hingga 1999 dijabat oleh Bapak Ibnu Al Hamid. Dari tahun 2000 hingga 2008 dijabat oleh M Somadi berasal dari dusun Kali Kayen. Kemudian dari tahun 2008-2013 dijabat oleh Bapak Iwan Susanto dan tahun 2014 hingga sekarang dijabat oleh Bapak Maslam.

 

Sistem Sosial Desa Pucangan

 

      Pucangan merupakan desa yang terletak di Kecamatan Sadang. Sadang adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Sadang terletak disebelah paling utara dari wilayah Kabupaten Kebumen yang berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Desa Pucangan sendiri memiliki lima dusun yaitu dusun Larangan, Kali Pucangan, Kalikayen, Panjul Wetan, dan Panjul Kulon. Jumlah penduduk pria Desa Pucangan sekitar 2.109 jiwa dan wanita 2.012 jiwa. Sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani, buruh tani, Ibu Rumah Tangga, Wiraswasta dan PNS. Umumnya penduduk usia produktif pergi merantau atau bersekolah ke kota besar seperti Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (Jabotabek), Kota Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Surakarta, Purwokerto dan sejumlah kota besar di luar pulau seperti Sumatra, Bali, dan Kalimantan. Mayoritas penduduk Desa Pucangan memeluk agama Islam. Jenjang pendidikan yang dicapai penduduk di wilayah ini adalah hingga Universitas  meski sebagiaan besar tamatan Sekolah Menengah Pertama.

 

Kelompok Sosial

     

         Di desa Pucangan ini sudah banyak terbentuknya kelompok sosial bahkan sudah berjalan sejak waktu yang lama. Kelompok sosial tersebut diantaranya kelompok karang taruna, ibu-ibu PKK, IPPNU, ibu-ibu Fatayat dan Muslimat, dan biasanya saat acara-acara tertentu seperti Isra’ Mi’raj para IPNU dan BANSER menjadi panitia dan para ibu-ibu fatayat dan muslimat ikut berpartisipasi dalam memeriyahkan acara tersebut seperti menampilkan grup rebana dan menampilkan paduan suara menyanyikan lagu mars NU. Bukan hanya dari kalangan para orang tua saja. Para anak-anak di Desa Pucangan juga terdapat kegiatan TPQ yang bernama Al-Rasyid, di acara  isra’ mi’raj para anak-anak juga biasanya menampilkan persembahan seperti hafalan kitab, hafalan surat-surat pendek, dan menampilkan beberapa lagu dan tarian.

 

Interaksi Sosial Masyarakatnya

 

        Interaksi Sosial Masyarakat di desa ini masih sangat terasa, mungkin karena desa ini yang terletak di plosok atau pegunungan banyak yang berpendapat hal tersebut menyebabkan sifat masyarakat sangat baik dalam membangun pola interaksi sosial dengan masyarakat lainnya. Para warga sigap dan dengan senang hati saling gotong royong dan membantu masyarakat lainnya. Saat masa penanaman padi atau panen di sawah, para warga melakukan timbal balik saling membantu sesama. Jika salah satu warga sedang mengadakan hajatan, para warga lainnya selalu gotong royong saling membantu.

 

Hubungan Masyarakat Dengan Budaya

 

       Secara umum desa pucangan turun-temurun masih melestarikan adat istiadat Jawa seperti merdi desa, kenduri, gotong royong, peringatan hari besar Islam, dzikiran, dan ruwahan.

 

1. Merdi Desa atau biasa disebut bersih desa yaitu simbol masyarakat untuk mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan atas karunia yang melimpah, karunia ini bisa berupa rezeki hasil panen, ketenangan, ketentraman, keamanan dan kerukunan dalam kehidupan masyarakat. Kegiatan ini dilaksanakan setahun sekali setelah panen dengan bergantian di setiap dusun pucangan, dalam pelaksanaan merdi desa ini di adakan pagelaran wayang kulit atau diadakan pengajian. 

 

2.  Kenduri atau biasa disebut dengan slametan adalah perjamuan makan untuk memperingati peristiwa dan meminta berkah, pada umumnya kegiatan kenduri di desa Pucangan yaitu dilaksanakan diberbagai acara seperti ngapati (empat bulan), mitoni (tujuh bulan) orang yang sedang hamil, slametan weton di bulan sura, dan pada saat mendapat rezeki lebih, kenduri ini dihadiri oleh kaum laki-laki yang didalamnya melakukan doa bersama, pembacaan tahlil,Yasin dan pembacaan ayat Al Qur’an tertentu pada saat ngapati dan mitoni . tujuan dari kenduri ini yaitu meminta kelancaran atas segala sesuatu yang dihajatkan dari penyelenggara kenduri atau tuan rumah. 


3. Gotong royong adalah kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama secara sukarela, pekerjaan akan cepat selesai jika dilaksanakan bersama-sama. Gotong royong yang dilaksanakan di desa Pucangan yaitu gotong royong dalam pembangunan rumah, bersih lingkungan, gotong royong dalam partisipasi desa dan sambatan atau gotong royong dalam mencangkul sawah. Dengan gotong royong akan terjalin rasa solidaritas dalam lingkungan masyarakat, persaudaraan dan kebersamaan warga semakin erat.


4. Peringatan Hari Besar Islam dan Nasional, sebagai rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW dan rasa syukur kepada Tuhan yang maha Esa, desa pucangan masih melaksanakan peringatan hari besar islam seperti Rajaban, Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilaksanakan pada 12 Robiul Awal, Takbiran pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, pawai obor pada Tahun Baru Hijriyah dan melaksanakan hari ulang tahun Republik Indonesia atau HUT-RI. Kegiatan ini dimeriahkan dengan pengajian dan tasyakuran sedangkan dalam perayaan HUT-RI dimeriahkan oleh kuda lumping.

Kesenian kuda lumping bukan hanya ditampilkan saat perayaan hari besar nasional saja, tetapi di Desa Pucangan ini kesenian kuda lumping sudah seperti kesenian yang belum afdhol jika belum ditampilkan, biasanya seperti diperayaan pernikahan dan khitanan.


 

                                                                                     Kesenian Kuda Lumping

 

5. Dzikiran yaitu memuji atau puji-pujian kepada Alloh yang diucapkan secara berulang-ulang. Masyarakat desa pucangan melaksanakan dzikiran “laila ha illalloh” sebanyak lima ribu kali pada tanggal 1 rajab sampai 15 rajab, tujuannya untuk memuliakan tiga bulan mulia yaitu rajab, syakban dan ramadhan, meminta ampunan, bertaubat dan meminta keberkahan, setelah selesai pada malam 15 bulan rajab dilanjutkan dengan tasyakuran pembagian berkat dan pengajian kecil di mushola atau di masjid desa pucangan.


6. Ruwahan atau arwah para leluhur dan nenek moyang yaitu bulan yang dijadikan sebagai bulan untuk mengenang para leluhur. Aktivitas yang dilakukan masyarakat desa pucangan dalam Ruwahan yaitu pergi ke makam keluarga, pepunden desa dan pergi ke wisata religi para wali. Dalam melaksanakan ziarah kubur, bersih makam dan tabur bunga yang diberi wewangian masyarakat tidak menggunakan alas kaki atau dalam bahasa jawa nyeker serta melaksanakan tahlil bersama untuk mengirim doa kepada arwah keluarga dan leluhur. Selain itu masyarakat juga melakukan pengajian dimasing-masing mushola dengan membacakan doa untuk para arwah disertai dengan tasyakuran pembagian berkat.

 

Dengan melaksanakan kebiasaan atau adat yang berlaku di masyarakat banyak manfaat yang didapat, diantaranya masyarakat bisa lebih  guyub rukun, menambah rasa syukur, desa menjadi aman, tentram dan keharmonisan dalam masyarakat bisa tercapai.

 

Secara umum desa pucangan turun- temurun masih melestarikan adat istiadat jawa seperti Merdi Desa, Kenduri, Gotong royong, Peringatan hari besar Islam , Dzikiran dan Ruwahan.
Sumber : https://pucangan.kec-sadang.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/4/149

Secara umum desa pucangan turun- temurun masih melestarikan adat istiadat jawa seperti Merdi Desa, Kenduri, Gotong royong, Peringatan hari besar Islam , Dzikiran dan Ruwahan.
Sumber : https://pucangan.kec-sadang.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/4/149

Secara umum desa pucangan turun- temurun masih melestarikan adat istiadat jawa seperti Merdi Desa, Kenduri, Gotong royong, Peringatan hari besar Islam , Dzikiran dan Ruwahan.
Sumber : https://pucangan.kec-sadang.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/4/149

Secara umum desa pucangan turun- temurun masih melestarikan adat istiadat jawa seperti Merdi Desa, Kenduri, Gotong royong, Peringatan hari besar Islam , Dzikiran dan Ruwahan.
Sumber : https://pucangan.kec-sadang.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/4/149

Secara umum desa pucangan turun- temurun masih melestarikan adat istiadat jawa seperti Merdi Desa, Kenduri, Gotong royong, Peringatan hari besar Islam , Dzikiran dan Ruwahan.
Sumber : https://pucangan.kec-sadang.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/4/149v

Secara umum desa pucangan turun- temurun masih melestarikan adat istiadat jawa seperti Merdi Desa, Kenduri, Gotong royong, Peringatan hari besar Islam , Dzikiran dan Ruwahan.
Sumber : https://pucangan.kec-sadang.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/4/149

Secara umum desa pucangan turun- temurun masih melestarikan adat istiadat jawa seperti Merdi Desa, Kenduri, Gotong royong, Peringatan hari besar Islam , Dzikiran dan Ruwahan.
Sumber : https://pucangan.kec-sadang.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/4/149vv

 

 

       

Secara umum desa pucangan turun- temurun masih melestarikan adat istiadat jawa seperti Merdi Desa, Kenduri, Gotong royong, Peringatan hari besar Islam , Dzikiran dan Ruwahan. 1. Merdi Desa Merdi desa atau biasa disebut bersih desa yaitu simbol masyarakat untuk mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan atas karunia yang melimpah, karunia ini bisa berupa rezeki hasil panen, ketenangan, ketentraman, keamanan dan kerukunan dalam kehidupan masyarakat. Kegiatan ini dilaksanakan setahun sekali setelah panen dengan bergantian di setiap dusun pucangan, dalam pelaksanaan merdi desa ini di adakan pagelaran wayang kulit atau diadakan pengajian. 2. Kenduri Kenduri atau biasa disebut dengan slametan adalah perjamuan makan untuk memperingati peristiwa dan meminta berkah, pada umumnya kegiatan kenduri di desa Pucangan yaitu dilaksanakan diberbagai acara seperti ngapati (empat bulan), mitoni (tujuh bulan) orang yang sedang hamil, slametan weton di bulan sura, dan pada saat mendapat rezeki lebih, kenduri ini dihadiri oleh kaum laki-laki yang didalamnya melakukan doa bersama, pembacaan tahlil,Yasin dan pembacaan ayat Al Qur’an tertentu pada saat ngapati dan mitoni . tujuan dari kenduri ini yaitu meminta kelancaran atas segala sesuatu yang dihajatkan dari penyelenggara kenduri atau tuan rumah. 3. Gotong royong Gotong royong adalah kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama secara sukarela, pekerjaan akan cepat selesai jika dilaksanakan bersama-sama. Gotong royong yang dilaksanakan di desa Pucangan yaitu gotong royong dalam pembangunan rumah, bersih lingkungan, gotong royong dalam partisipasi desa dan sambatan atau gotong royong dalam mencangkul sawah. Dengan gotong royong akan terjalin rasa solidaritas dalam lingkungan masyarakat, persaudaraan dan kebersamaan warga semakin erat. 4. Peringatan Hari Besar Islam dan Nasional Sebagai rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW dan rasa syukur kepada Tuhan yang maha Esa, desa pucangan masih melaksanakan peringatan hari besar islam seperti Rajaban, Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilaksanakan pada 12 Robiul Awal, Takbiran pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, pawai obor pada Tahun Baru Hijriyah dan melaksanakan hari ulang tahun Republik Indonesia atau HUT-RI. Kegiatan ini dimeriahkan dengan pengajian dan tasyakuran sedangkan dalam perayaan HUT-RI dimeriahkan oleh kuda lumping. 5. Dzikiran Bulan Rajab Dzikiran yaitu memuji atau puji-pujian kepada Alloh yang diucapkan secara berulang-ulang. Masyarakat desa pucangan melaksanakan dzikiran “laila ha illalloh” sebanyak lima ribu kali pada tanggal 1 rajab sampai 15 rajab, tujuannya untuk memuliakan tiga bulan mulia yaitu rajab, syakban dan ramadhan, meminta ampunan, bertaubat dan meminta keberkahan, setelah selesai pada malam 15 bulan rajab dilanjutkan dengan tasyakuran pembagian berkat dan pengajian kecil di mushola atau di masjid desa pucangan. 6. Ruwahan/Bulan syakban Ruwahan atau arwah para leluhur dan nenek moyang yaitu bulan yang dijadikan sebagai bulan untuk mengenang para leluhur. Aktivitas yang dilakukan masyarakat desa pucangan dalam Ruwahan yaitu pergi ke makam keluarga, pepunden desa dan pergi ke wisata religi para wali. Dalam melaksanakan ziarah kubur, bersih makam dan tabur bunga yang diberi wewangian masyarakat tidak menggunakan alas kaki atau dalam bahasa jawa nyeker serta melaksanakan tahlil bersama untuk mengirim doa kepada arwah keluarga dan leluhur. Selain itu masyarakat juga melakukan pengajian dimasing-masing mushola dengan membacakan doa untuk para arwah disertai dengan tasyakuran pembagian berkat. Dengan melaksanakan kebiasaan atau adat yang berlaku di masyarakat banyak manfaat yang didapat, diantaranya masyarakat bisa lebih guyub rukun, menambah rasa syukur, desa menjadi aman, tentram dan keharmonisan dalam masyarakat bisa dicapai.
Sumber : https://pucangan.kec-sadang.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/4/149

 

Secara umum desa pucangan turun- temurun masih melestarikan adat istiadat jawa seperti Merdi Desa, Kenduri, Gotong royong, Peringatan hari besar Islam , Dzikiran dan Ruwahan.
Sumber : https://pucangan.kec-sadang.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/4/149

 

 



 

Komentar